![]() |
(Ilustrasi: Pinterest) |
Masih ingatkah cecer ludah yang
dibungkus harumnya kata?
Lantang menebar impian pada penadah
ketidakpastian
Membaui anjing-anjing jalanan haus
kekuasaan
Menciptakan juluran lidah tamak
kelaparan
Air liurnya semakin merambah diksi
pada bait janji
Tercium kasturi namun membusuk tak
teruji
Membangun dimensi; melintasi imaji
Tanpa disadari mencipta ruang sempit
berjeruji
Setelah kuasa melenakan, katamu
merimpuh
Satu persatu aksaranya menghirap; janjimu
lumpuh
Lupa atau melupa semesta waktu tak
membuatmu rikuh
Kau bersikukuh di antara dengus
tagihan meriuh
Kenyang sudah penjilat itu dengan
ludah bagianmu
Pun aku sudah kenyang pada kata ulang
nantimu
Terjejal pada pikiran selaksa harapan
semu
Membuatku mual tak mampu menahan jemu
Waspada merujuk pada kata kuasa
Setiap ruasnya memihak satu sisi saja
Atas nama bersama batasan tercipta
Ternyata tak berlaku; bagimu dan
sekutu semata
Menetapkan aturan; mengebiri kemudian
Mencari legalitas langgaran sebagai
pembenaran pantas
Terkadang fatwa dibeli agar tertawa
lepas
Gelaran perkara hanya membuat bimbang
Status terdakwa siap tersemat di dada
setiap orang
Karena neraca keadilan tak pernah
setimbang
Ringan bagi kawanan; berat bagi yang
tak beruang
Tanpa sadar sebaris katamu menjelma
belenggu di kaki
Ketika aku hanya menerima janji
panjang berdaki
Sementara orang asing menuai merdeka
hakiki
Bebas rupanya sekadar ilusi; terjajah
di negeri sendiri
Wahai kau pemilik kata-kata sakti
Tunaikanlah janji lima tahun bakti
Agar sumpah tak tercecer bersulih
sampah
Yang pada akhir kembaranya menuai serapah
Penulis: Adha Rizki
Editor: Fufut Shokhibul