Apakah Persma Masih Aman? Ungkap Ancaman Kebebasan Pers Mahasiswa di Kampus - LPM BHANU TIRTA

Tuesday, 6 May 2025

Apakah Persma Masih Aman? Ungkap Ancaman Kebebasan Pers Mahasiswa di Kampus

Seminar Nasional & Peringatan World Press Fredom Day 2025 di Aula IAIN Kediri, 04/05/2025 (Foto: LPM Bhanu Tirta)

Persma Bhanu Tirta - Pers mahasiswa berperan sebagai penjaga kebebasan berekspresi di kampus, namun mereka kerap terancam represi baik dari dalam maupun luar kampus. Hal ini menjadi titik berat pembahasan dalam Seminar Nasional dan Peringatan World Press Freedom Day 2025 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI)  di Auditorium IAIN Kediri  pada Minggu (04/05/25).

PPMI juga bekerja sama dengan Forum Alumni Aktivis Pers Mahasiswa (FAA) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Seminar ini bertemakan “ Memperkuat Perlindungan terhadap Pers Mahasiswa di Era Digital”.

Forum ini turut didukung oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan dihadiri oleh ratusan anggota pers mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.

“Di Indonesia kebebasan pers masih jauh dari ideal. Berdasarkan laporan terbaru dari Reporters Without Borders (RSF), posisi Indonesia turun ke peringkat 124 dari 180 negara, ini menggambarkan betapa pentingnya perhatian terhadap kondisi kebebasan pers, terutama bagi pers mahasiswa yang kerap kali menjadi sasaran represi,” ungkap Nany.

Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida, membuka seminar dengan menyampaikan keprihatinannya atas situasi kebebasan pers yang semakin terancam, baik bagi jurnalis profesional maupun pers mahasiswa.

Menurutnya meskipun pers mahasiswa memiliki peran strategis dalam memberikan suara kritis dan analitis, mereka kerap kali menghadapi intimidasi baik dari pihak kampus maupun pihak luar. Dalam banyak kasus pers mahasiswa juga mengalami ancaman fisik, digital, serta penyensoran oleh pihak-pihak yang tidak setuju dengan pemberitaan mereka.

“Tantangan ke depan itu semakin kompleks. Di satu sisi kita menghadapi konten berbahaya, hoax, disinformasi, misinformasi, ujaran kebencian dan lain-lainnya. Tapi di sisi lain pers mahasiswa juga menjadi sasaran sensor, tekanan institusi bahkan serangan digital.” tambahnya.

Data yang dibagikan oleh Sekretaris Jenderal PPMI Dimas Wahyu Gilang juga semakin memperkuat pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan betapa rentannya keamanan pers mahasiswa dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka.

“Antara tahun 2013 hingga 2021 tercatat ada 331 kasus kekerasan terhadap pers mahasiswa di berbagai kampus Indonesia. Kekerasan ini datang dari berbagai pihak, mulai dari birokrasi kampus hingga aparat keamanan,” ujar Gilang.

Perwakilan UNESCO Ana Lomtadze menyampaikan secara daring, bahwa perkembangan teknologi terutama kecerdasan buatan (AI), membawa tantangan baru bagi kebebasan berekspresi. Disinformasi, manipulasi algoritma, dan hilangnya ruang aman di dunia maya turut mengancam eksistensi media alternatif seperti pers mahasiswa.

“Kita perlu membekali generasi muda dengan literasi digital dan payung hukum yang kuat agar mereka bisa tetap bersuara dengan aman,” tutur Ana.

Seminar yang dimoderatori oleh Kepala Desk Humaniora Harian Kompas Evy Rachmawati ini menjadi ruang diskusi yang hidup. Hadir pula Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mustafa Layong, yang memberikan pemaparan terkait perlindungan hukum dan posisi strategis pers mahasiswa di era digital.

Tak hanya memberikan pemahaman mendalam dari para narasumber, seminar ini juga membuka ruang refleksi dan harapan dari para peserta. Salah satunya datang dari Ach. Zainuddin peserta dari LPM Retorika STKIP PGRI Sumenep.

“Banyak wawasan yang kami dapat terkait regulasi perlindungan pers mahasiswa. Harapannya, seminar ini bisa menjadi bekal untuk memperjuangkan kebebasan pers di kampus kami,” tuturnya.

Dari Kediri, suara lantang pers mahasiswa disiarkan ke seluruh Indonesia bahwa, perjuangan menjaga kebebasan berekspresi tak akan berhenti, selama masih ada pena yang berani menulis.


Penulis: Chintya Putri P

Editor: Fufut Shokhibul B


Comments


EmoticonEmoticon