Karena Komunikasi Itu Penting, Cerpen: 'Belajar Mendengarkan' Agar Tak Terjadi Kesalahpahaman - LPM BHANU TIRTA

Wednesday, 1 March 2023

Karena Komunikasi Itu Penting, Cerpen: 'Belajar Mendengarkan' Agar Tak Terjadi Kesalahpahaman


             BELAJAR MENDENGARKAN

            Oleh : Rahmad Rifal Al Fauzi

Suara dering telepon di tengah malam pasti mengagetkan setiap orang, itu pun dari nomer yang tidak di kenal, kita semua tahu bagaimana rasanya menerima telepon di tengah malam. 

Demikian pula halnya dengan dering telepon malam itu. Aku tersentak dan segera mengangkat telepon tersebut sambil memandang tajam ke arah angka-angka di jamku. Tengah malam. Perasaan campur aduk pun menghampiri, siapakah ini?. 

"Halo?" Kataku dengan hati berdebar-debar. Aku memegang Handphone lebih kencang sambil memeluk guling yang ada di dekatku.

 "Sayang?"

Terdengar suara bising di luar rumah. Aku hampir tidak dapat mendengar suara itu diantara suara berisik nya telepon itu.Sesekali ku tengok dari jendela, namun tak terlihat jelas apa yang terjadi. 

Setelah tangisan putus asa dari seorang wanita remaja terdengar jelas, aku segera meraih selimut yang ada di bawah kaki sambil memeluk erat guling kesayanganku.

"Sayang, aku tahu sekarang sudah larut malam, tapi tolong jangan... Jangan kau potong sebelum aku selesai bicara. Dan sebelum kau bertanya, sebaiknya kukakatakan; benar, aku memang sangat sedih. Aku hampir menyerah dengan kehidupan ini, sampai ingin melarikan diri beberapa mil dari sini. "

Aku menarik napas pendek dan tajam, melepas kan guling yang ada di pelukan dan menekankan telapak tangan ke dahi. Aku berusaha mengatasi kepanikanku.

Ada yang tidak beres.

"Apakah dia tahu bahwa dia salah menelepon, dan apakah aku harus memberitahunya." Hati kecilku berkata jangan! 

"Aku takut sekali, yang dapat kupikirkan sekarang hanyalah dirimu, apakah kau baik-baik saja di sana dan apakah kau akan bersedih jika seorang polisi memberi kabar bahwa telah tiada nya diriku. Aku ingin pulang ke rumah. Aku sekarang sadar bahwa melarikan diri dari rumah adalah perbuatan yang keliru, aku tahu, selama ini aku yang salah, maafkan juga keluargaku.”

“Seharusnya aku meneleponmu beberapa hari yang lalu, tapi aku sangat takut jika kau marah dan merasa terganggu."

Suara isak tangis yang keluar dari perasaan paling dalam mengalir lewat telepon yang membanjiri hatiku. Pikiranku yang tadi campur aduk yang diselimuti kepanikan sekarang mulai terang, aku lalu berkata, " Aku pikir... "

"Jangan!  Tolong jangan berkata dulu! Tolong, biarkan aku bicara sampai selesai! " Katanya memohon ;Aku berhenti berbicara sambil memikirkan apa yang harus kukatakan. Sebelum aku dapat berkata-kata, ia melanjutkan, " Sayang aku cape. Aku tahu mungkin ini salahku telah pergi meninggalkanmu, maaf jika aku telah menyakitimu tapi kumohon baik-baik lah di sana. "

Suaranya terputus, mungkin karena jaringan, hujan di luar pun sudah mulai membasahi kaca jendela ku. " Apakah kau masih di situ? Tolong jangan kau tutup teleponnya. Aku membutuhkanmu. Aku kesepian. "

"Aku di sini. Aku tidak akan menutup telepon, " kataku.

"Seharusnya sudah kukatakan kepadamu, sayang. Aku tahu seharusnya sudah kukatakan kepadamu.    Namun setiap kita bicara, selalu saja kau tak pernah mendengarkanku, sesekali aku ingin bertukar cerita dan keluh kesah denganmu, tapi yang kau lakukan malah mengadu nasib denganku. Kau tidak pernah mendengarkanku. Kau tidak pernah membiarkanku berbicara tentang apa-apa yang kurasakan. Seakan-akan perasaanku tidak penting. Karena kau pacarku, maka kau mengira kau mempunyai semua jawaban. Tapi kadang aku tidak membutuhkan jawaban. Aku butuh seseorang yang mau mendengarkan.”

"Aku sekarang mendengarkan, "kataku berbisik.

"Kau tahu, di sebelah sana, di jalanan yang sepi, kusendiri meratapi hidup ini, sesalah apakah diriku padamu. Apakah diriku yang salah ataukah aku yang salah tempat, maaf jika aq telah membuat kecewa dirimu," suara isak tangis pun terdengar kembali di telinga kananku, aku mencoba tenang dan mendengarkan. "Aku ingin pulang ke rumah. "

"Bagus sayang," Kataku sambil merasakan bahwa dadaku menjadi lapang dan tenang.

"Sekarang, aku hanya ingin pulang kerumah.”

"Aku tahu. Tapi tolong tenangkan dulu pikiranmu ya."

 Suasana hening. Aku tidak mendengar jawabannya. Aku mengigit lidahku dan menutup mataku.

 "Aku sekarang pulang, sayang. "

Terdengar suara mesin montor yang menyala, telepon pun menjadi hening.

Bangkit dari tempat tidur mataku berkaca- kaca. Aku berjalan menyusuri lorong rumah menuju kamar mandi hanya sekedar tuk membasuh muka yang sudah berlinang air mata.

 Aku menghapus air mata di pipiku. "Aku harus belajar mendengarkan, " kataku dalam hati.

Mungkin dia tak salah menelepon, itu adalah suatu peringatan bagiku tuk lebih berhati- hati dalam menjalin hubungan, apalagi perihal perasaan seorang wanita. 

Dan.. 

Terkadang orang yang meninggalkan itu dianggap jahat dan brengsek, padahal yang meninggalkan belum tentu jahat, mungkin dia lelah dengan sikapmu yang tidak pernah menghargai perjuangannya, dan kamu gak pernah anggap dia ada didekat mu. Dan terakhir kamu suka semena-mena  sama dia, yang akhirnya dia sabar, sabar akhirnya meledak.


Editor: Anisa Dewi



Comments


EmoticonEmoticon