Kesendirian Dalam
Kehidupan
Oleh : Muhain D Owl
Sore hari yang cerah, matahari menyinari dengan tenang,
hembusan angin sepoi-sepoi menerbangkan dedaunan kering. Suara ranting-ranting
yang berseru beradu-adu membuat bunyi yang nyaring, burung-burung berkicau
menandakan mereka akan kembali ke sarang, dengan membawa makanan untuk
anak-anaknya. Suara sahut menyahut hewan malam mulai berbunyi, menandakan akhir dari hari ini dan menjemput malam yang abadi dengan
gelapnya.
Sebuah Biji terayun-ayun diranting tua sebuah pohon,
angin sepoi-sepoi membuatnya bergerak ke sana kemari,
sepertinya dia akan jatuh. Daun-daun kering yang tersapu angin bertebaran
kemana-mana, mengikuti arus angin. Beberapa ada juga yang menubruknya, membuat
dirinya seakan terjatuh.
Baca Juga :Cerpen, Kesendirian Dalam Kehidupan Part 2
Biji :
“Heii.... Apa masalahmu kawan?” tanya ke daun yang jatuh.
Daun tua : “Maaf tapi ini adalah akhir hidup kami di atas, kami akan
jatuh ke bawah dan membusuk dengan tenang.” Terlihat Sedih.
Biji : “Bukan kah jatuh itu menyakitkan?” tanyanya ke Daun.
Daun tua : “Iya memang, kami tahu kami ini ringan. Mungkin sebentar
lagi waktumu juga akan tiba, sama
seperti kami semua jatuh ke tanah dan
membusuk.”
Biji : “Benarkah.... kalau begitu aku tidak mau jatuh, aku akan
tetap di sini.”
Daun tua : “Itu terserah kamu. Tapi ingat, jika tiba waktunya tiba
semua yang ada di pohon ini akan jatuh ketanah.
Biji :
“Itu tidak mungkin, aku akan tetap berada disini selamanya,” tegasnya.
Daun pun jatuh dengan tenang
meninggalkan biji itu sendiri.
Malam telah tiba, hewan-hewan nokturnal
memulai aktifitasnya. Suara serigala yang mengaung di bawah pancaran sinar rembulan malam membuat bulu kuduk
berdiri. Ini pertanda dimulainya malam yang panjang lagi ganas. Angin malam
yang berhembus membawa hawa dinginnya malam untuk menghampirinya, dingin yang
menusuk kulit semakin terasa karna tidak ada yang membungkusnya, biji. Namun
dengan cepat sesuatu menyentuhnya, membuat dia bergerak dan hampir terjatuh
karna tangkai yang menopangnya sudah tua. “Hei, hati hati kalau lewat,” teriak biji di dalam kehidupan
malam yang gelap gulita.
Pandangannya teralihkan dengan seekor siput putih yang
melintas diatasnya, ternyata siput itu juga menyadari ada sesuatu selain
dirinya.
Siput : ”Loh Biji? Kenapa kamu tidak ikut teman-temanmu?”
tanyanya dengan heran.
Biji : ”Aku ingin tetap di sini, aku tidak
mau jatuh. Katanya Daun nanti akan membusuk.” menjelaskan
kenapa dia tidak ingin jatuh.
Siput : ”Disini sudah tidak ada siapa-siapa, sebaiknya kamu mengikuti
teman-temanmu yang lain. Aku tadi juga melihat ada beberapa sepertimu dibawah.”
Biji : ”Benarkah? Aku tidak percaya, mungkin saja kan kamu
berbohong, aku akan tetap di sini,” tegas biji, dengan suara yang agak ragu.
Siput : ”Ya sudah, aku hanya sekedar memberi tahumu.” Terdengar suara pasrah.
‘Enak saja menyuruhku!! Memang dia
siapaku? Hah, aku tidak akan percaya kepadanya,’ gumamnya di dalam hati. Siput
pun pergi meninggalakan biji seorang diri, malam yang panjang menjemputnya,
menjadikan malam yang lama unuk ditunggu, Biji pun tertidur.
Suara ayam berkokok dengan lantang
menandakan hari sudah mulai pagi, hari telah berganti esok, kehidupan baru
telah dimulai. Suara burung berkicau sahut-menyahut menandakan mereka
berkomunikasi dengan caranya sendiri. Sinar matahari yang hangat membuat
lubang-lubang terisi dengan cahaya, membangunkan mahkluk yang ada di dalamnya. Bunga-bunga bermekaran mengundang berbagai
macam serangga, kupu-kupu dan lebah berdatangan untuk mengambil nektar yang
tekandung di dalamanya dan sekaligus membantu tamanan tersebut untuk proses
penyerbukan.
B. Pelatuk : ”To, tok, tok,
tok,.........” suaranya keras saat paruh dan batang pohon saling beradu.
Biji : ”Hei!! Berisik sekalikau ini!!” suaranya sedikit kesal.
B. Pelatuk : ”Loh ternyata ada Biji toh, lo kamu kok masih disini?
Teman-temanmu sudah pada turun kebawah lo.”
Biji :
”Aku hak mau turun..., aku mau tetap di sini saja, masih ada kok yang lain di sana.”
sambil menunjuk kearah belakangnya.
B. Pelatuk : ”Coba kau lihat sekelilingmu....., tidak ada siapapun di sini, kecuali kita berdua.”
Biji pun melihat
kesekitarnya dengan memutar badannya, benar saja apa yang dikatakan burung
pelatuk. Sudah tidak ada lagi yang tersisa, cuma ranting-ranting dan beberapa
capung yang hinggap dipucuk pohon.
Biji :
”Iya sih, namun aku akan tetap teguh pendirian, aku akan tetap di sini.”
jelasnya kepada pelatuk.
B. Pelatuk : ”Ya
sudah, aku hanya memberitahumu tentang kebenaran bahwa kamu disini sendirian,
tidak ada seorang pun disini.” pelatukpun terbang meninggalkan biji sendirian,
namun pelatuk sesekali melihat ke biji dengan tatapan kasihan.
Biji pun berpikir “Benar ya, apa yang dikatakan semuanya, aku akan sendiri
disini. Semuanya sudah meninggalkan tempat ini, tinggal hanya aku seorang”.
Biji kembali melihat sekitar dan benar memang, tidak ada siapa-siapa disana.
Biji berteriak-teriak memanggil entah berantah, pikirnya mungkin masih ada
beberapa yang ingin tinggal di sini untuk
kedepannya nanti. Namun dari semua teriakannya tadi tidak ada yang merespon,
sepi dan sunyi. Ketika terdengar suara biji seolah olah melihat kemenangan,
tapi setelah biji melihat kesumber suara, itu hanyalah ranting ranting yang
bergesekan.
Biji tidak percaya dengan apa yang
dialaminya, sekarang biji benar-benar kesepian, tidak ada siapapun di sini hanya ada dirinya dan dirinya. Tidak percayaan itu
membuat dirinya bingung dan ingin tahu kebenarannya. Biji ingin memastikan
sekali lagi, bahwa yang biji lihat adalah kebenaran. Biji memutar badannya agar
dapat melihat kesisi lain dari dirinya, namun pada saat yang bersaan hembusan
angin sedang mengenainya, membuatnya kehilangan keseimbangan dan tanpa biji
sadari, terjatuh.
Biji melihat seakan dunia ternagkat
keatas, seperti ada yang menariknya dengan paksa, begitu cepat sampai-sampai
dia tidak sadar sudah menyentuh daun-daun kering. “Brukk!” Terdengar lemah namun Biji tahu akhirya dia terjatuh,
benar saja apa yang dikatakan Daun tua “Jika waktunya tiba semua yang ada
dipohon ini akan jatuh”. Biji tersadar akan kesalahannya seharusnya biji juga
menjatuhkan diri seperti kebanyakan penghuni pohon ini.
Bau busuk dan rasa yang aneh menyentuh
tubuhnya, biji membuka mata, potongan tubuh daun dan ranting terkumpul menjadi
satu. Biji terkejut bukan main karna yang biji lihat adalah teman-temanya
sendiri diatas, mereka semua mulai membusuk. Semut-semut berjalan diatasnya,
seakan itu adalah alas mereka ketika berjalan. Biji pun bergidik ketakutan “Aku
benci ini, aku tidak suka, KEMBALIKAN AKU!!!” teriakannya yang keras tidak
terdengar oleh siapapun, semua yang berada disekelilingnya adalah bangkai yang
pernah di atas, “Apakah aku akan menjadi seperti mereka?” guman biji ketakutan.